Detail Berita

 

Meskipun dikenal sebagai negara tropis dengan curah hujan tinggi, Indonesia tidak mengalami musim hujan secara serentak di seluruh wilayahnya. Perbedaan waktu puncak musim hujan di berbagai daerah dipengaruhi oleh kondisi geografis dan pola iklim yang beragam, seperti monsun Asia-Australia, iklim ekuatorial, dan dinamika lokal.

Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia memiliki tiga pola utama curah hujan, yakni:


1. Wilayah Beriklim Monsunal

Wilayah ini meliputi sebagian besar Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagian Sumatera bagian selatan. Ciri khas iklim monsun adalah adanya dua musim yang jelas: musim hujan dan musim kemarau.

  • Puncak musim hujan di wilayah ini biasanya terjadi antara Desember hingga Februari, saat angin baratan (monsun Asia) membawa uap air dari Samudera Hindia ke daratan Indonesia.

  • Wilayah-wilayah seperti Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, dan Kupang termasuk dalam kategori ini.


2. Wilayah Beriklim Ekuatorial

Wilayah ekuatorial mencakup sebagian besar Kalimantan, Sumatera bagian tengah dan barat, serta sebagian Papua. Wilayah ini memiliki dua puncak musim hujan dalam setahun karena mendapat pengaruh dari peralihan angin ekuatorial (intertropical convergence zone/ITCZ) sebanyak dua kali.

  • Puncak hujan terjadi dua kali, yakni pada Maret–Mei dan Oktober–Desember.

  • Kota-kota seperti Pontianak, Palembang, dan Jayapura mengalami hujan cukup merata sepanjang tahun dengan dua puncak hujan yang jelas.


3. Wilayah Beriklim Lokal (Tipe Topografi)

Wilayah ini mencakup daerah-daerah yang dipengaruhi oleh kondisi lokal seperti pegunungan dan arah angin lokal, seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Maluku.

  • Puncak hujan tidak selalu sama dengan pola monsun atau ekuatorial. Misalnya, wilayah Makassar dan Ambon dapat mengalami puncak hujan pada bulan Mei–Juni atau bahkan Juli–Agustus, saat sebagian besar wilayah lain memasuki musim kemarau.

  • Pola ini disebabkan oleh angin lokal dan pengaruh orografis (gunung/pegunungan) yang menyebabkan hujan tetap terjadi meski tidak sedang musim hujan secara nasional.


Implikasi bagi Masyarakat dan Pemerintah

Perbedaan puncak musim hujan ini penting untuk diperhatikan, khususnya dalam perencanaan sektor pertanian, pengelolaan sumber daya air, dan mitigasi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor.

Kepala BMKG, dalam keterangan resminya, menyampaikan bahwa masyarakat harus memahami bahwa musim hujan tidak serentak terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, kesiapsiagaan terhadap bencana hidrometeorologi perlu disesuaikan dengan karakteristik iklim masing-masing daerah.


Dengan memahami karakteristik wilayah masing-masing, diharapkan masyarakat dan pemerintah daerah dapat lebih siap menghadapi musim hujan dan meminimalkan risiko yang ditimbulkan.


Sumber: BMKG, Data Iklim Wilayah Indonesia 2025

Ask ChatGPT